YOGYAKARTA – Aktivis dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Rajawali Mas meminta Pemko Yogyakarta untuk menindaklanjuti laporan warga atas bangunan yang belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Selain itu, aktivis lembaga melalui bidang hukum, M. Khaisar Ajiprasetyo, SH., meminta pemerintah melakukan penindakan atas pengerukan tanah di pinggiran aliran Sungai Code, Keparakan, Mergangan, Yogyakarta.
“Saya terima laporan dari masyarakat, tentang aktivitas pengerukan tanah dan rencana pembangunan Café serta tempat Billiard di kawasan Keparakan, Mergangan, yang diduga belum mengantongi izin.”
“Saya menyampaikan bahwa untuk izin lingkungan diwajibkan guna mengurangi, mencegah, atau bahkan mengendalikan resiko kerusakan lingkungan yang mungkin dapat timbul akibat kegiatan usaha,”kata Khaisar, Kamis (4/7/2024).
Hal itu katanya, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, atas regulasi tersebut, diharapkan mampu mendorong kesadaran para pemilik dan pengelola kegiatan usaha untuk lebih bertanggung jawab terhadap usaha yang dijalankan.
“Jenis izin lingkungan antara lain : AMDAL, UKL-UPL, RKL-RPL, SPPL (nanti ditentukan jenis 7 lingkungannya berdasarkan skala usaha), apakah cukup SPPL atau sampai ke UKL karna dekat dengan sungai, dan nantinya akan direkomdasikan oleh DPMPTSP/ DLH harus ada izin lingkungan,”bebernya.
Sedangkan Izin mendirikan bangunan (IMB) yang sekarang diganti menjadi PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung, karena setiap bangunan wajib mempunyai izin PBG. Hal itu sesuai regulasi PP 16 tahun 2021 dan UU No 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung.
Selain itu, dari informasi yang diperoleh bahwa bangunan terebut peruntukkannya usaha hiburan.
“Dari perwakilan dari PT ADP mereka ini masuk ke usaha hiburan, maka ada beberapa tambahan izin lagi seperti Izin Gangguan (HO), dan juga wajib ada SKDP (surat keterangan domisili perusahaan).”
“Sebelum pembangunan dan sebelum beroperasi, minimal 3 izin tersebut sudah terbit, apabila tidak maka dikenakan sanksi sesuai dengan regulasi izin masing-masing,” tutupnya.
Warga Keluhkan Pengerukan Tanah, Khawatir Terjadi Abrasi
Salah seorang warga menyampaikan keluhannya kepada Pemerintah, agar pelaku peroyek bangunan itu dipastikan berizin. Warga mengeluhkan pembangunan yang sangat rapat dengan pinggiran Sungai Code, sehingga menutup saluran parit.
“Saya menyayangkan pembangunan yang mepet dengan Kali Code dan menutup selokan. Bahwa lahan yang sedang dikeruk, serta dibikin talud tinggi yang jarak dengan sungai cuma 1,5 meter. Apa tidak bahaya dan melanggar kearifan lokal karena minimal jarak dari bibir talud seyogianya 3 meter. Khawatirnya terjadi banjir, nantinya karena uruknya rapat ke jalan padahal dulu ada selokan besar di sisi jalan,” kata warga, Krisna.
Lanjut warga, pembangunan tersebut direncanakan sebagai bangunan Cafe dan Tempat Billiard. Warga berharap, perencanaan pembangunan tersebut meminta pendapat para warga lainnya, terkait tantangan kedepannya seperti polusi, kemacetan lalu lintas, kekeringan di sumur warga.
“Bangunan nanti seperti apa, dampak lalu lintas bagaimana, polusi dan tancapan pengambilan air bagaimana ? Kalau hujan lebat, air dari jalan tidak bisa masuk sehingga menggenang di jalan bagaimana, ada kekeringan di sumur warga seperti apa dan solusinya. Kami juga tidak meminta uang. Hanya saja harus ada set plan-nya, masyarakat ingin mengetahui dan ada paparan yang jelas,” ungkap Krisna.
Dikarenakan izin yang belum lengkap, maka seyogianya bangunan sementara dihentikan.
“Sesuai aturan yang berlaku, maka tidak boleh ada aktivitas apapun dilokasi proyek pengerukan tanah. Informasi warga lainnya, ada perusahaan yang akan berinvestasi. Tahun sebelumnya, masyarakat Keparakan yang membuat kios diareal trotoar atau diatas selokan tidak menutup selokan saja dilarang oleh Pemkot Kota Yogyakarta, nah kok sekarang giliran yang punya duit boleh,” katanya.
Apalagi pembangunan tersebut harus membongkar plakat Ikon sentral Kerajin Kulit, tentunya itu merugikan kampung & warga masyarakat yang bekerja sebagai pengrajin kulit, tas, sepatu, dan sabuk warga Keparakan.
“Investor monggo silahkan datang, namun dipastikan warga tidak terganggu serta ada kesepakatan kedua belah pihak. Tetapi tidak melupakan sisi administrasi perizinan dan kemanusiaan,” tutupnya.
Camat Mergangsan, Pargiyat, SIP., saat dihubungi awak media, meminta untuk menemuinya di kantor.
“Kalau soal perizinan mas, tentu itu online dan langung ke dinas terkait. Terkait hal lainnya, saya akan jelaskan ke mas di kantor,” kata Camat Mergangsan. (TIM)