BeritaYogyakarta

Wakil Uskup Agung Semarang Romo Yohanes Pesankan Hal Ini Kepada Balon Wawako Yogyakarta Ariyanto Jogkem

31
×

Wakil Uskup Agung Semarang Romo Yohanes Pesankan Hal Ini Kepada Balon Wawako Yogyakarta Ariyanto Jogkem

Sebarkan artikel ini

YOGYAKARTA – Bulan Nopember tahun 2024 menjadi tahun politik bagi bangsa Indonesia. Pemilihan kepala daerah dan wakilnya akan dilaksanakan serentak dengan pemilihan umum kepala daerah 27 Nopember 2024 mendatang.

Gereja Katolik Indonesia terlibat aktif menyumbangkan suara, menentukan pilihan yang tepat sesuai hati nurani masing-masing. Pilihan dalam bilik selama kurun waktu kurang lebih 5 menit, seorang warga negara (Gereja) memberikan sumbangan suaranya dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin kota / kabupaten.

“Keterlibatan dalam bidang politik yang oleh Gereja diharapkan ditekuni oleh orang Katolik bukan pertama-tama berhubungan dengan kekuasaan atau jabatan publik, melainkan kecintaan serta tanggung jawab terhadap tanah air dan bangsa. Dalam Konsili Vatikan II ditegaskan: ‘Hendaknya para warganegara dengan kebesaran jiwa dan kesetiaan memupuk cinta tanah air, tetapi tanpa berpandangan picik, sehingga serentak tetap memperhatikan kesejahteraan segenap keluarga manusia, yang terhimpun melalui pelbagai ikatan antarsuku, antarbangsa dan antarnegara’ (GS 75),” kata Vikaris Jendral Keuskupan Agung Semarang, Romo Yohanes Rasul Edy Purwanto, Pr., saat ditemui di Keuskupan Agung Semarang, Kamis (6/6/2024).

Karenanya, Romo Yohanes berharap kepada setiap calon walikota/bupati yang maju di Pilkada mengedepankan kepentingan bersama.

“Maju bukan karena kepentingan pribadi atau golongan tertentu, namun untuk kepentingan masyarakat. Dalam tafsir Katolik tentunya, yang diperjuangkan adalah kepentingan umum, termasuk kepentingan kemanusiaan universal didalamnya, yang nota bene (juga) bisa saja diperjuangkan oleh agama lain,” kata Wakil Uskup Agung itu.

Secara umum, kepentingan Katolik dalam politik adalah kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat yang beragam, bukan melulu untuk kepentingan orang Katolik saja.
Romo Yohanes berpesan agar umat Katolik memperhatikan aspek-aspek penting, dalam berpolitik untuk memilih calon kandidatnya.

“Hormat terhadap martabat manusia, kebebasan, keadilan, solidaritas, subsidiaritas, fairness, demokrasi dan tanggung-jawab,” sambungnya.

Gereja Katolik tetap berpolitik, tetapi dalam arti yang lebih luas daripada sekedar perebutan kekuasaan. Pun, para pimpinan Gereja Katolik juga tetap mendorong umat untuk berpolitik secara bertanggung-jawab.

Karena itulah dalam konteks pemilu, Gereja Katolik hanya menyodorkan beberapa prinsip dasar, bukan mengarahkan pada pilihan tertentu.

“Adalah tanggung-jawab umat untuk menerapkan prinsip-prinsip itu sesuai konteks masing-masing. Pilihan pribadi itu dihargai, apa pun pilihannya, termasuk untuk menjadi golput,” papar Romo Yohanes.

Hal itu pun tidak berarti bahwa Gereja Katolik menutup mata dari kekurangan-kekurangan yang ada pada partai maupun calonnya.

“Artinya, kalau toh kriteria maksimal tidak bisa diterapkan, kriteria minimal pun cukup, supaya proses hidup bermasyarakat dan berbangsa ini bisa berjalan. Secara kongkret hal ini berarti bahwa jika toh tidak ada partai dan/atau calon yang memenuhi kriteria, cukuplah dipilih yang relatif lebih baik dari yang lain. Prinsip minus malum, atau memilih yang lebih baik dari antara yang ‘buruk, ’lalu diterapkan, dengan suatu harapan bahwa perbaikan kehidupan politik bisa dilaksanakan sedikit demi sedikit,” ungkap Romo Yohanes.

Prinsip politik Katolik mengacu pada tujuan kesejahteraan bersama dan menghargai martabat pribadi dengan kebebasannya.

“Dalam konteks ini politik masuk dalam kategori yang tidak pasti, sehingga kebebasan pendapat sangat dijunjung tinggi, asal bertanggung-jawab,” katanya.

Romo Yohanes berpesan, agar Balon Wawako Yogyakarta Ariyanto langsung bertemu dengan para Romo di beberapa gereja Katolik di Yogyakarta, untuk menampung atau menjemput aspirasi umat Katolik.

“Silahkan bertemu dan berdialog dengan para room atau pengurus Gereja Katolik di Yogyakarta, artinya jemput aspirasi. Aspirasi itu bisa menjadi acuan atau dasar dalam penyusunan program calon itu sendiri, sehingga para umat Katolik kelak bisa memilih siapa diantara para calonnya yang layak sebagai pemipin sesuai kriteria yang saya sampaikan diatas,” pungkas Romo Yohanes. (TIM)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *