Lampung Barat – Mitra Adhyaksa
Komandan Distrik Militer (Dandim) 0422/Lampung Barat, Letkol Inf Rinto Wijaya, S.A.P., M.I.Pol., M.Han., mempertanyakan temuan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS), Kabupaten Lampung Barat.
Temuan ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat lahan yang dikenakan pajak diduga berada di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Dalam unggahan di status WhatsApp pribadinya, Dandim menuliskan, “Pembayaran Pajak di Kawasan Taman Nasional Kok Bisa???”. Saat dikonfirmasi, ia menegaskan bahwa penarikan pajak di wilayah kawasan hutan seharusnya tidak terjadi, karena berdasarkan aturan perundang-undangan, hutan lindung maupun taman nasional tidak boleh dijadikan objek pajak.
“Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena wilayah kawasan hutan TNBBS tidak boleh ditarik pajak. Makanya saya bertanya, kok bisa?” ujar Dandim.
Diketahui, beberapa hari sebelumnya, masyarakat yang beraktivitas di dalam kawasan TNBBS telah mendapatkan sosialisasi untuk menghentikan kegiatan mereka di kawasan tersebut dalam dua minggu ke depan.
Menanggapi hal ini, Aktivis Masyarakat Independent GERMASI, Wahdi Syarif, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah lama mengetahui praktik penarikan pajak di kawasan tersebut.
Hasil investigasi mereka menemukan adanya bukti Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB yang dikeluarkan untuk tanah di dalam kawasan hutan TNBBS.
“Kami telah melakukan investigasi dan menemukan fakta bahwa ada penarikan SPPT PBB di lahan yang diduga berada di kawasan hutan. Jadi, wajar saja jika Dandim mempertanyakan hal ini,”ujar Wahdi.
Wahdi juga menegaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, seluruh hutan di Indonesia, termasuk kekayaan alam di dalamnya, dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, tanah di dalam kawasan hutan tidak dapat dijadikan objek pajak.
Founder Masyarakat Independent GERMASI, Ridwan Maulana, CPL, CDRA, juga mengkritisi legalitas penarikan pajak tersebut.
Ia menegaskan bahwa dalam UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), kawasan hutan lindung, taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani hak tidak boleh menjadi objek pajak.
“Apa dasar hukum yang digunakan Dispenda Kabupaten Lampung Barat dalam menarik PBB di kawasan hutan ini?”tegas Ridwan.
Ia juga mengingatkan bahwa SPPT PBB bukan bukti kepemilikan tanah yang sah. Kepemilikan tanah hanya dapat dibuktikan dengan sertifikat tanah resmi, seperti Sertifikat Hak Milik (SHM).
Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait legalitas kebijakan pajak di Lampung Barat. Masyarakat kini menunggu klarifikasi dari pihak terkait, terutama Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), untuk menjelaskan bagaimana bisa lahan yang seharusnya berada di bawah perlindungan negara malah dikenai pajak.
Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap kebijakan pajak dan tata kelola kawasan hutan, agar tidak terjadi pelanggaran aturan yang dapat merugikan masyarakat dan lingkungan.(*)