Bandar Lampung, – Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung, Naldi Rinara, mengkritik keras praktik sejumlah sekolah swasta yang masih menahan ijazah siswa akibat tunggakan biaya pendidikan.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut menghambat masa depan generasi muda dan harus segera dihentikan.
Menurut Naldi, sekolah swasta yang berstatus yayasan memang bergantung pada pembayaran siswa untuk operasionalnya.
Namun, ia menekankan bahwa hak siswa untuk memperoleh ijazah tidak boleh dikorbankan.
“Sekolah negeri tidak ada masalah, tapi banyak sekolah swasta menahan ijazah karena ketidakkonsistenan orang tua dalam membayar biaya pendidikan anaknya,” ujar Naldi.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Naldi meminta Dinas Pendidikan Provinsi Lampung turun tangan dan menyusun skema penyerahan ijazah yang adil.
Ia juga mendesak sekolah swasta untuk memberikan data lengkap mengenai siswa yang ijazahnya masih ditahan.
“Data tersebut harus mencakup nama siswa, besaran biaya sekolah, bantuan pemerintah yang diterima, jumlah tunggakan, sisa pembayaran, serta status ekonomi orang tua. Jika ada tunggakan, pihak sekolah harus mencatat dan melaporkannya ke Dinas Pendidikan untuk diverifikasi,” jelasnya.
Naldi menegaskan bahwa regulasi sudah mengatur sekolah tidak boleh menahan ijazah karena alasan biaya. Ia mengacu pada Pasal 5 Ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yang menjamin hak setiap warga negara atas pendidikan yang bermutu.
Bahkan, sanksi bisa diterapkan bagi sekolah yang tetap melanggar aturan. “Sanksinya bisa berupa teguran lisan, tertulis, hingga penghentian izin operasional sekolah. Jika penahanan ijazah menghambat masa depan anak, itu bisa dianggap sebagai bentuk kekerasan nonfisik terhadap anak sesuai UU Perlindungan Anak Pasal 76B dan Pasal 77,” tegasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Naldi mengusulkan beberapa langkah strategis:
1. Peningkatan Bantuan Pendidikan – Menyediakan skema bantuan bagi siswa kurang mampu agar tidak terhambat dalam menyelesaikan pendidikannya.
2. Mediasi antara Sekolah dan Orang Tua – Memfasilitasi dialog agar ditemukan solusi terbaik dalam penyelesaian tunggakan.
3. Sosialisasi Transparansi Biaya Sekolah – Mendorong sekolah untuk lebih transparan dalam menetapkan biaya agar tidak terjadi kesalahpahaman.
4. Kolaborasi dengan Sektor Swasta– Mengajak dunia usaha untuk berkontribusi dalam beasiswa atau program bantuan pendidikan.
Naldi berharap permasalahan ini menjadi momentum evaluasi dunia pendidikan di Lampung. “Pendidikan bukan sekadar administrasi, tetapi soal keadilan bagi siswa yang telah menyelesaikan pendidikannya,” tutupnya.(*)