Bandar Lampung, – Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang ketiga terkait gugatan Citizen Law Suit atas pembangunan Tugu Pagoda di Telukbetung, Bandarlampung.
Perkara bernomor 235/Pdt.G/2024/PN Tjk ini dipimpin oleh Majelis Hakim yang menghadirkan para penggugat yang diwakili oleh Tim Penasihat Hukum Gunawan Pharrikesit, serta tergugat 1 hingga tergugat 4. Namun, pihak tergugat 5, yakni DPRD Kota Bandarlampung, kembali absen dari persidangan.
Dalam sidang ketiga, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menempuh jalur mediasi. Mediasi tersebut akan dilaksanakan pada Selasa (26 November 2024) dengan menunjuk Sumarsih, mediator bersertifikat dari PN Tanjungkarang, sebagai fasilitator.
Gunawan Pharrikesit mengungkapkan bahwa lima warga Bandarlampung yang bertindak sebagai penggugat adalah K.H. Ansori, S.P., Ustadz Firmansyah, M. Arief Sanjaya, Azwanizar, S.E., dan Ustadz Ridwan.
Mereka mengajukan gugatan atas dasar dugaan kelalaian Pemerintah Kota Bandarlampung dalam memenuhi prinsip keadilan serta dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
“Kelima penggugat mewakili masyarakat Bandarlampung yang menilai kebijakan pembangunan Tugu Pagoda di fasilitas umum, tepatnya di tengah jalan, sebagai tindakan yang tidak adil. Hal ini juga dianggap melanggar hak masyarakat atas ruang publik,” jelas Gunawan.
Gugatan ini mempersoalkan keberadaan Tugu Pagoda yang dianggap tidak tepat karena dibangun di lokasi fasilitas umum, sehingga terkesan mengistimewakan kelompok tertentu.
Gunawan menegaskan bahwa pembangunan di fasilitas umum harus bebas dari diskriminasi dan tidak merugikan hak masyarakat secara luas.
“Setelah berulang kali dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada pihak Pemerintah Kota Bandarlampung, namun tidak ada tanggapan atau perubahan, masyarakat akhirnya mengambil langkah hukum ini,” tambah Gunawan.
Para penggugat juga menuntut agar Tugu Pagoda yang telah berdiri digantikan dengan Tugu Krakatau. Menurut mereka, Tugu Krakatau lebih mencerminkan sejarah dan identitas kota karena letusan Gunung Krakatau pada 26 Agustus 1883 meninggalkan jejak yang mendalam di kawasan tersebut.
“Kawasan pembangunan tugu ini bahkan pernah tenggelam akibat tsunami dahsyat yang diakibatkan letusan Krakatau. Oleh karena itu, lebih relevan jika tugu tersebut melambangkan sejarah besar ini,” ujar Gunawan.
Proses mediasi yang akan berlangsung pada sidang berikutnya menjadi harapan untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Meski demikian, pihak penggugat menegaskan kesiapan mereka untuk melanjutkan proses hukum jika tidak tercapai kesepakatan.
Perkara ini menjadi salah satu contoh terobosan hukum di Indonesia melalui mekanisme Citizen Law Suit, di mana warga memiliki ruang untuk menuntut kebijakan yang dianggap tidak adil atau melanggar hak mereka. (*)