Yogyakarta – Pelaku sekaligus Akademisi Pariwisata, DR. (CAN) Ariyanto, SE.MM., menanggapi persoalan sikapnya terkait larangan Kepala Daerah (KDH) study tour. Seperti diketahui, beberapa kepala daerah di Indonesia melarang kegiatan study tour untuk sekolah-sekolah di wilayahnya.
Menurut Aruyanto, perlu diketahui tentang alasan pelarangan itu. Apakah larangan ini diberlakukan karena alasan keamanan, seperti terjadinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan rombongan study tour ?
“Kalau hal demikian, perlu adanya pengawasan total terhadap pelaku transportasi Pariwisata yang melibatkan dinas, terkait mulai uji kelayakan jalan, kemampuan driver dan co driver serta dapat memberikan sanksi yang tegas sampai pencabutan ijin operasional jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku untuk transportasi darat. Atau karena alasan lain, seperti kekhawatiran sepinya obyek wisata local asal sekolah yang melakukan study tour, atau karena kurangnya pendapatan daerah dari sektor pajak pariwisata,” kata Ariyanto, Sabtu (24/5/2024).
Pelaku wisata dapat menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah untuk membahas lebih lanjut mengenai larangan study tour.
“Dalam diskusi tersebut, pelaku wisata dapat menyampaikan concerns/kekhawatiran kita terkait dampak larangan tersebut terhadap industri pariwisata. Selain itu, pelaku wisata juga dapat menawarkan solusi alternatif untuk kegiatan study tour yang tetap aman dan bermanfaat bagi siswa,” ungkapnya.
Lebih lanjut katanya, pelaku wisata dapat menawarkan alternatif kegiatan wisata edukatif yang aman dan bermanfaat bagi siswa.
“Contohnya workshop dan pelatihan di tempat wisata, atau kegiatan bakti sosial di sekitar tempat wisata. Dengan menawarkan alternatif yang menarik, pelaku wisata dapat membantu siswa tetap mendapatkan pengalaman belajar yang berharga meskipun study tour dilarang,” sambungnya.
Pelaku wisata dapat memanfaatkan waktu ini untuk meningkatkan kualitas layanan mereka.
“Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih karyawan, meningkatkan standar’ keamanan, dan memastikan kebersihan dan kenyamanan tempat wisata. Dengan meningkatkan kualitas layanan, pelaku wisata dapat menarik kembali minat wisatawan, termasuk rombongan study tour, setelah larangan dicabut,” bebernya.
Pelaku wisata dapat menjalin kerjasama dengan sekolah, untuk mengembangkan program wisata edukatif yang sesuai dengan kurikulum sekolah.
“Program ini dapat dirancang dengan memperhatikan aspek keamanan, manfaat edukatif, dan kesesuaian dengan anggaran sekolah. Dengan menjalin kerjasama, pelaku wisata dan sekolah dapat saling menguntungkan dan memastikan bahwa siswa tetap mendapatkan pengalaman belajar yang berharga melalui kegiatan wisata,” katanya.
Pelaku wisata dapat memanfaatkan waktu ini untuk mempromosikan wisata lokal kepada masyarakat luas.
“Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai platform media, seperti media sosial, website, dan brosur. Dengan mempromosikan wisata lokal, pelaku wisata dapat membantu meningkatkan perekonomian lokal dan sekaligus memperkenalkan keindahan dan kekayaan budaya Indonesia kepada masyarakat.”
Ariyanto menambahkan, larangan study tour memang membawa dampak bagi pelaku wisata. Namun, dengan mengambil sikap yang tepat dan proaktif, pelaku wisata dapat meminimalkan dampak negatif dan bahkan memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan kualitas layanan dan menarik kembali minat wisatawan.
“Penting untuk diingat bahwa sikap yang diambil oleh pelaku wisata haruslah konstruktif dan solutif. Dengan bekerja sama dengan pemerintah dan sekolah, pelaku wisata dapat membantu mencari solusi terbaik untuk semua pihak,” tutupnya. (Wira)