Lampung — Di tengah gelapnya dini hari Jumat, 20 Juni 2025, suara tangis lirih membelah keheningan Kampung Sri Basuki, Seputih Banyak, Lampung Tengah. Bukan suara biasa—itu adalah tangis pertama dari seorang bayi yang baru dilahirkan ke dunia, tergeletak sendiri di atas kursi teras sebuah warung makan.
Bayi perempuan mungil itu dibalut handuk merah, menggigil menantang dinginnya udara malam. Ia baru beberapa jam lahir, belum punya nama, dan telah ditinggalkan oleh seseorang yang entah siapa. Namun malam itu, ia tidak benar-benar sendiri.
Adalah Widia Ningsih, pemilik warung, yang pertama kali menemukannya. Niat awalnya hanya ke kamar mandi, namun takdir membawanya menjadi penyelamat bagi jiwa mungil itu. Widia segera membawa bayi tersebut ke dalam rumah dan melapor ke tetangga serta pihak berwenang.
Tak butuh waktu lama, Polsek Seputih Banyak membawa si kecil ke Puskesmas, lalu merujuknya ke RSUD Abdul Moeloek di Bandar Lampung untuk perawatan intensif. Beratnya hanya 1,8 kilogram, panjang tubuhnya 45 cm. Tapi semangat hidupnya begitu kuat.
Beberapa hari kemudian, ruang perinatologi RSUDAM menjadi saksi momen mengharukan: Wakil Gubernur Lampung, dr. Jihan Nurlela, datang menjenguk. Bukan hanya sebagai pejabat, tapi sebagai ibu, sebagai perempuan, dan sebagai Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS).
Atas permintaan tim medis dan Yayasan Bussaina Lampung, dr. Jihan memberikan bayi itu sebuah nama:
Hana Aisyah Qaisarah.
Nama indah yang mengandung doa akan keteguhan hati, kemuliaan, dan kepemimpinan yang lembut.
“Dengan senang hati dan penuh doa, saya berikan nama Hana Aisyah Qaisarah. Semoga Hana tumbuh menjadi perempuan yang tangguh, membawa keberkahan, dan menjadi sumber kebahagiaan bagi banyak orang,” tulis dr. Jihan di akun Instagram resminya.
Tak hanya itu, ia memastikan Hana berada dalam pengawasan negara, dan seluruh proses perlindungan sosial akan dikawal sesuai aturan.
Kisah Hana menggugah lebih dari sekadar rasa iba—ia menjadi panggilan nurani. Ketua Fraksi PKB DPRD Lampung, Fatikhatul Khoiriah, mengajak semua pihak untuk menjadikan momen ini sebagai cermin sosial.
“Ini bukan hanya soal bayi yang ditinggalkan, tapi juga refleksi bahwa masih banyak perempuan yang hidup dalam tekanan dan keterbatasan. Mereka butuh dukungan, bukan penghakiman,” tegas Khoiriah, yang juga dikenal sebagai pegiat isu perempuan dan demokrasi.
Ia menyerukan perlunya sistem perlindungan yang tidak hanya reaktif saat tragedi terjadi, tapi juga mampu mencegah agar peristiwa serupa tak terulang.
Kapolsek Seputih Banyak, Iptu Hairil Rizal, menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan untuk mengungkap siapa yang meninggalkan bayi tersebut.
Sementara itu, Hana kini tidak lagi sendiri. Ia mungkin lahir dalam sunyi, tapi takdir membawanya ke pelukan banyak hati yang peduli. Dari tangisan di teras warung, ia kini punya nama, kasih sayang, dan masa depan yang lebih cerah.(*)