YOGYAKARTA – Pada pelaksanaan pemilu 2019, menurut Data Pelanggaran Pemilu 2019 yang dirilis oleh Bawaslu pada 20 Mei 2019, di Indonesia terdapat 458 pelanggaran pidana; 730 pelanggaran hukum lainnya; 149 pelanggaran kode etik; dan 5.319 pelanggaran administrasi. Atas fenomena maraknya pelanggaran pemilu, Latief (2022:22) mencatat bahwa pemilu tahun 2019 belum mencerminkan sepenuhnya proses pemilu yang berkualitas dan demokratis.
Padahal menurut Mozzafar dan Schelder (2002) dikutip dari Latief (2022:29), kualitas pemilu merupakan salah satu indikator kesuksesan demokrasi. Kualitas dan integritas pemilu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Beberapa lembaga pemerintah dan non-pemerintahan telah menyusun beberapa indikator pemilu yang berkualitas dengan berfokus pada teknis pelaksanaan pemilu oleh penyelenggara pemilu.
Menurut Delmana (2019:62) dalam Latief (2022:30), indicator tersebut belum mampu untuk merepresentasikan kualitas pemilu nasional di Indonesia. Karena tidak memiliki indikator yang menampung permasalahan pemenuhan hak politik masyarakat dalam hal ini kaum minoritas dan disabilitas.
Pada sisi yang lainnya, perjalanan pemilu di Indonesia hampir tidak pernah terlepas dari praktik politik uang. Masifnya praktik politik uang pada pemilu serentak 2019 memunculkan anomali. Warga masyarakat (pemilih) cenderung permisif (terbuka) dalam menerima kehadiran praktik money politics .
“Meskipun banyak warga masyarakat yang menolak, mencela, dan membenci praktik money politics , namun masih ada sebagian warga masyarakat menanti kapan lagi datangnya praktik money politics (Kasim: 2019). Tahun 2024, Indonesia menyelenggarakan sebanyak dua kali pemilu serentak.”
“Besar kemungkinan anomali tersebut kembali terjadi pada pilkada serentak 2024, bulan November mendatang,” kata Ketua FPMI (Forum Politisi Muda Indonesia), Herry Fahamsyah M.M, M.IP., pada Diskusi Publik Rasan-Rasan Jogja bertemakan Menuju Pemilu Berkualitas dan Inklusif, Senin (22/7/2024).
Agenda forum diskusi dengan mengedepankan literasi politik memiliki visi untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan diri masyarakat dalam turut serta menciptakan pilkada serentak 2024 yang aman, kondusif, dan berintegritas.
Sedangkan misinya adalah, mendistribusikan ilmu pengetahuan seputar demokrasi dan pemilu, menghadirkan data partisipasi publik dalam proses pemilu dari waktu ke waktu, menghadirkan data isu-isu dalam penyelenggaraan pemilu, memfasilitasi dialog interaktif antara masyarakat, penyelenggara pemilu, dan peserta pemilu, dan penandatanganan dokumen komitmen menciptakan pemilu yang damai, inklusif, dan berkualitas oleh masyarakat (pemilih), penyelenggara pemilu, dan peserta pemilu.
Giat tersebut menghadirkan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta, Noor Harsya Aryosamodro, Titok Hariyanto, S.I.P., sebagai Pembicara utama/ keynote speaker. Kegiatan juga menghadirkan pada Balon (Bakal Calon) Kepala Daerah Kota Yogyakarta seperti, Muhammad Afnan Hadikusumo, Heroe Poerwadi, Wawan Harmawan, Arya Ariyanto, Krisma Eka Putra, Sri Widya Supeno.
Forum diskusi akan diikuti puluhan peserta yang seluruhnya merupakan pemilih muda. Penjaringan peserta diskusi akan berkolaborasi dengan Forum Politisi Muda Indonesia (FPMI) DIY yang telah mendampingi berbagai komunitas lokal di DIY.
Peserta diskusi yang dihadirkan dengan latar belakang sebagai penggerak komunitas lokal Kota Yogyakarta. Komunitas tersebut bergerak dalam berbagai bidang isu, seperti literasi, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan lainnya. Mereka telah memiliki gerakan berkelanjutan di level akar rumput, namun belum mampu untuk membawa hingga ranah kebijakan publik. (WR)