DIY – Saat ini berkembangnya teknologi perlu diwaspadai oleh semua orang. Itu termasuk para pengguna media sosial, yang perlu berhati-hati dalam menggunakan aplikasi-aplikasi baru. Seperti pada aplikasi media sosial bernama Walla.
Mungkin masih banyak yang belum tahu sehingga diketahui dulu apa itu sebenarnya Aplikasi Walla.
Aplikasi Walla merupakan aplikasi media sosial serupa dengan Instagram, Facebook, Tik Tok, dan juga bahkan Twitter.
Tetapi aplikasi Walla, lebih kepada pengguna dewasa baik itu pria maupun wanita yang memiliki kelainan orientasi sex.
Aplikasi Walla merupakan media sosial yang diciptakan dan digunakan untuk Pria Gay atau pecinta sesama jenis.
Terkini, pengguna Aplikasi Walla telah digunakan oleh pengguna aktif sebanyak 58 juta pengguna aktif di seluruh dunia saat ini.
Walla sendiri adalah aplikasi yang kembangan dari aplikasi yang bernama Blued, yang juga ditujukan untuk pria Gay pecinta sesama jenis yang memiliki kelainan fantasi Seksual. Aplikasi ini mulai banyak dicari karena orang mulai penasaran.
Tujuannya setelah kalian mengetahuinya bisa memilah dan memilih aplikasi yang memang dibutuhkan.
Jadikan ini sebagai pengetahuan saja bukan untuk menggunakan atau mengunduh aplikasinya apalagi sampai menggunakan aplikasi Walla untuk bermain media sosial sehari-hari. Pastikan juga para orang tua untuk mengawasi anak-anaknya yang sedang tumbuh dewasa.
Di Kota Yogyakarta sendiri, pengguna aplikasi Walla berjumlah tidak sedikit. Dari hasil investigasi jurnalis, beberapa pengguna yang ditemukan bervariasi. Ada yang pelajar, mahasiswa, orang dewasa, atau orang yang sudah tua sekalipun.
Salah satu pengguna aplikasi Walla saat diminta tanggapannya menyampaikan, aplikasi tersebut memudahkannya menemukan pasangan seks bebasnya.
“Ya aplikasi itu diperkenalkan teman yang juga gay kepada saya. Aplikasinya bagus, dan banyak yang saya temukan sesuai selera saya. Dengan adanya aplikasi itu, saya tidak lagi mencari kemana-mana,” kata salah seorang pemuda dan meminta awak media merahasiakan identitasnya, Selasa (25/6/2024).
Ditempat terpisah, aplikasi Walla ini juga ditemukan digunakan untuk menjajakan diri alias sebagai pria panggilan.
“Saya sudah setahun gunakannya mas, namanya cari uang susah. Saya pakai Walla supaya cari pelanggan seks sesame jenis. Syukur dapat pasien, kadang nggak ada juga mas. Karena kebanyakan minta free,” kata pemuda berusia 24 tahun, dan juga meminta identitasnya tidak dicatut.
Pengamat Hukum, LGBT Juga Punya Hak Asasi Manusia
Menurut pandangan pengamat hukum, Romi Habie, SH.MH., sejarah keberadaan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) itu telah ada jauh sejak zaman kenabian. Hanya saja, tata cara penanganan dan sudut pandang yang berbeda. Bahkan, berdasarkan sejarah karena tidak sanggupnya manusia (pemerintahan) menanggulangi kehidupan para LGBT, selanjutnya turun hukuman dari Tuhan.
Saat ini, sedang berlangsung kehidupan milenial dengan sebutan GEN-Z (generasi z), tentunya sudah pasti ada juga sebagian (kecil) kehidupan LGBT milenial.
Secara hukum (tingkah-laku) menyimpang tentu melanggar. Namun, demikian pribadi-pribadi penganut LGBT juga adalah manusia yang memiliki hak hidup dan di jamin undang-undang.
“Oleh karenanya, posisi hukum adalah mengatur manusia yang berperilaku menyimpang tersebut, dan bukan menghukum tindakannya, karena memang sudah kodrat alam seperti itu,” kata Romi.
Pengaturan (hukum) menurutnya, adalah organ negara (pemerintah) yang seharusnya memberi fasilitas kepada mereka agar tidak terjerumus pada tingkah laku menyimpang LGBT.
“Misalkan, dengan pelatihan-pelatihan, kursus-kursus dan bahkan di Yogyakarta telah ada tempat pendidikan (pesantren) yang khusus untuk orang orang yang memiliki kecenderungan LGBT. Seharusnya, pemerintah mendorong untuk peningkatan kegiatannya agar perilaku LGBT tidak semakin terlihat sebagai penyakit masyarakat. Nah, posisi hukum di sini menurut saya adalah mengatur dan bukan memberi vonis,” pungkasnya. (TIM)