Bandar Lampung – Kinerja Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Wisata Agropark Sabah Balau, yang berada di bawah naungan Balai Benih Induk (BBI) Tanaman Hortikultura dan Pengembangan Lahan Kering (PLK) Lampung, tengah menjadi sorotan publik, Sabtu (17/5/2025).
Pasalnya, pengelolaan Agropark yang berdiri di atas lahan seluas 13 hektar itu dinilai tidak sebanding dengan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung.
Meski memiliki potensi wisata dan pertanian yang cukup besar, termasuk wahana berkuda, ATV, pemancingan, spot swafoto hingga gedung serbaguna untuk acara masyarakat, target PAD yang ditetapkan hanya sebesar Rp12 juta per tahun.
Angka tersebut dinilai terlalu kecil jika dibandingkan dengan potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari fasilitas seluas itu.
Seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengkritisi pengelolaan Agropark yang terkesan stagnan dan minim inovasi.
“Dengan luas dan fasilitas seperti itu, mustahil hanya menghasilkan PAD sebesar itu jika dikelola secara maksimal. Ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada pembiaran, atau malah ada indikasi penyelewengan?” ujarnya.
Kritik juga diarahkan pada BBI Tanaman Hortikultura dan PLK selaku pengelola resmi. Alih-alih menjadi motor penggerak sektor wisata pertanian dan edukasi, pengelolaan Agropark justru dinilai lebih banyak menguntungkan segelintir pihak ketimbang memberikan kontribusi signifikan bagi daerah. (Tim)