Tanjungkarang — Sidang perkara dugaan pembunuhan yang menjerat M. Abu Bakar bin Nasrudin memasuki tahap krusial dengan agenda pembacaan pledoi (nota pembelaan) oleh tim kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin, 15 Desember 2025. Agenda ini digelar setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Abu Bakar dengan pidana penjara 17 tahun.
Dalam persidangan, kuasa hukum terdakwa Yuli Setyowati, S.H., Rifdah Dzahabiyyah Zayyan,, S.H dan Riki Anky Wijaya, S.H. menyerahkan pledoi tertulis kepada majelis hakim. Tim pembela tidak hanya membantah dakwaan pembunuhan berencana, tetapi juga menyoroti adanya perbedaan pasal yang disangkakan kepada terdakwa sejak tahap penyidikan hingga persidangan.
Menurut Yuli Setyowati, pada tahap penyidikan Abu Bakar disangkakan Pasal 351 ayat (3) KUHP, namun dalam dakwaan di persidangan berubah menjadi Pasal 351 ayat (1) KUHP.
“Pada tahap penyidikan, terdakwa tidak pernah disangkakan Pasal 351 ayat (1) KUHP,” ujar Yuli di hadapan majelis hakim.
Meski demikian, tim kuasa hukum mengakui kliennya terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama subsidair Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan tanpa rencana. Namun, mereka meminta majelis hakim menyatakan Abu Bakar tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena diduga mengalami gangguan kejiwaan berat.
Dalam pledoi disebutkan, fakta persidangan menghadirkan keterangan dua ahli kejiwaan, yakni dr. Cahyaningsi Fibri Rokhmani, Sp.KJ., M.Kes. dan Dr. High Boy Khutasoit, Sp.KJ., psikiater dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.
“Kami memohon agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan dan menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, karena berdasarkan keterangan ahli, terdakwa mengidap gangguan jiwa berat atau psikotik,” tulis kuasa hukum dalam salah satu poin pledoi.
Selain itu, ahli hukum pidana Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., yang dihadirkan dalam persidangan, menyatakan bahwa apabila terdakwa terbukti mengidap gangguan jiwa, maka yang bersangkutan harus dikenakan tindakan hukum berupa perawatan, bukan pemidanaan.
“Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 44 KUHP, yakni perbuatannya terbukti tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana,” kata Yuli menirukan keterangan ahli.
Kuasa hukum juga menegaskan, berdasarkan BAP tersangka, surat penahanan tingkat kepolisian, perpanjangan penahanan dari kejaksaan, hingga perpanjangan penahanan dari Pengadilan Negeri Tanjungkarang, tidak pernah dicantumkan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
“Yang tercantum hanya Pasal 351 ayat (3). Ini merupakan perbedaan mendasar antara tahap penyidikan dan persidangan,” tegas Yuli.
Perbedaan pasal tersebut dinilai melanggar Pasal 51 huruf a KUHAP, yang mewajibkan penegak hukum memberitahukan sangkaan secara jelas kepada tersangka sejak awal proses hukum.
Sebelumnya, JPU menuntut Abu Bakar dengan dakwaan pertama primer Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan dakwaan ke 2 Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dengan tuntutan pidana penjara selama 17 tahun. Jaksa juga meminta majelis hakim memerintahkan pemusnahan barang bukti berupa sebilah golok dan rekaman kamera pengawas (CCTV).
Selain permohonan agar terdakwa menjalani perawatan di rumah sakit jiwa, kuasa hukum juga meminta agar barang bukti berupa sepeda motor dan kartu pasien rumah sakit jiwa dikembalikan kepada terdakwa melalui Riska Marcelina, selaku istri terdakwa, serta biaya perkara dibebankan kepada negara.
Usai pembacaan pledoi, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda replik dari Jaksa Penuntut Umum, sebelum majelis hakim bermusyawarah dan menjatuhkan putusan. (*)







