Bandar Lampung — Rapat Sidang Paripurna DPRD Kota Bandar Lampung, Kamis (4/12/2025), mendadak memanas. Dua anggota dewan melakukan interupsi keras jelang diskorsnya sidang untuk istirahat salat Zuhur, menyoroti lemahnya implementasi Peraturan Daerah tentang disabilitas, khususnya absennya juru bahasa isyarat (JBI) dalam agenda resmi DPRD.
Sidang paripurna tersebut mengagendakan pandangan umum fraksi-fraksi atas jawaban Wali Kota terkait dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), yakni perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) serta Raperda Pendirian BUMD Aneka Usaha.
Interupsi disampaikan oleh Agus Widodo (Fraksi PKS) dan Dewi Mayang Suri Djausal (Fraksi Gerindra). Keduanya mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan Perda Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pelindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas yang telah disahkan sejak awal tahun.
Agus Widodo menegaskan bahwa penyandang disabilitas merupakan kelompok prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandar Lampung, sehingga seharusnya mendapatkan perhatian serius, termasuk dalam forum-forum resmi pemerintahan.
“Saya mengajak kita semua, baik Pemerintah Kota Bandar Lampung maupun DPRD, untuk mengarusutamakan isu disabilitas dalam penyusunan program dan anggaran tahun 2026. Pembangunan harus inklusif dan tidak boleh meninggalkan satu pun warga,” tegas Agus di hadapan forum paripurna.
Senada, Dewi Mayang Suri Djausal menilai implementasi Perda disabilitas selama ini masih minim dan belum terasa dampaknya di ruang publik. Ia mendesak agar komitmen tersebut tidak berhenti pada regulasi semata.
“Kami meminta anggaran disabilitas dimasukkan secara konkret dalam penyusunan RKA tahun depan. Secara nasional, RPJMN telah menetapkan penyandang disabilitas sebagai kelompok prioritas,” ujar Mayang.
Menurutnya, pembangunan Kota Bandar Lampung harus dijalankan dengan prinsip keadilan dan kesetaraan, tanpa mengecualikan kelompok rentan.
Menanggapi sorotan dewan, Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Deddy Amarullah, memberikan klarifikasi langsung. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota memiliki komitmen kuat terhadap inklusi sosial.
“Bandar Lampung adalah kota inklusi. Kami berupaya mengakomodasi seluruh kaum disabilitas,” kata Deddy.
Ia memaparkan, Pemkot telah menyediakan sekolah khusus disabilitas serta mewajibkan setiap pembangunan gedung baru dilengkapi fasilitas ramah disabilitas seperti ramp, ruang akses, dan toilet khusus. Namun demikian, Deddy mengakui masih terdapat kekurangan di sejumlah ruang publik, khususnya trotoar, yang perbaikannya dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan anggaran.
Terkait ketiadaan juru bahasa isyarat dan implementasi Peraturan Wali Kota (Perwali) yang dinilai belum maksimal, Deddy berjanji akan segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial.
“Setahu saya, perwalinya sudah ada sejak saya masih menjabat Asisten I. Namun soal pelaksanaan di lapangan, itu bergantung pada kemampuan dan ketersediaan anggaran,” jelasnya.
Deddy juga menyinggung kendala pemenuhan kuota tenaga kerja disabilitas sebesar 1 persen di perusahaan-perusahaan di Bandar Lampung.
“Itu memang belum tercapai. Kami terkendala pengawasan karena adanya keterbatasan kewenangan,” ungkapnya.
Ke depan, Pemkot Bandar Lampung akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi guna memastikan amanat undang-undang terkait ketenagakerjaan disabilitas dapat dijalankan secara optimal.
“Kaum disabilitas tidak boleh termarjinalkan. Ini menjadi komitmen kami bersama,” pungkas Deddy.(*)







