Diskusi Nasional di FH Unila Bedah Keamanan Peradilan dan Contempt of Court

Bandar Lampung — Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA) RI bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) menggelar diskusi nasional bertajuk “Court Security and Contempt of Court dalam Bingkai Independent Judiciary”. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Abdul Kadir Muhammad, FH Unila, Kamis (18/12/2025), dan menyedot perhatian mahasiswa, akademisi, serta pemerhati hukum.

Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber nasional, di antaranya Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, aktivis HAM sekaligus mantan Koordinator KontraS Haris Azhar, serta akademikus dan filsuf publik Rocky Gerung. Forum ini menjadi ruang dialektika kritis untuk membedah relasi antara kewibawaan pengadilan, kebebasan berekspresi, dan independensi kekuasaan kehakiman.

Dalam pemaparannya, Haris Azhar menekankan bahwa isu contempt of court tidak dapat dilepaskan dari persoalan integritas lembaga peradilan. Menurutnya, kecenderungan melabeli kritik publik sebagai penghinaan terhadap pengadilan justru berpotensi menutup ruang evaluasi.

“Ketika integritas pengadilan dipertanyakan, kritik publik sering dianggap sebagai *contempt of court*. Padahal, kritik bisa muncul karena adanya kegagalan sistemik di dalam peradilan,” ujar Haris.

Sementara itu, Rocky Gerung menyampaikan refleksi tajam tentang kondisi hukum dan demokrasi Indonesia. Ia menilai bangsa tengah menghadapi krisis kepercayaan, namun tetap menyimpan harapan pada peran daerah dalam mendorong perubahan.

“Negeri ini sedang tenggelam. Saya ingin Lampung menjadi pelampung,” kata Rocky, disambut tepuk tangan peserta. Pernyataan tersebut dimaknainya sebagai harapan agar Lampung melahirkan kesadaran hukum, keberanian berpikir kritis, dan kontribusi nyata bagi perbaikan bangsa.

Diskusi juga menyoroti pentingnya court security atau keamanan peradilan sebagai fondasi independensi hakim. Tanpa jaminan keamanan dan kebebasan dari tekanan, independensi peradilan dinilai hanya akan menjadi jargon normatif tanpa makna substantif.

BACA JUGA:  Dua Anggota DPRD Interupsi Paripurna, Desak Implementasi Perda Disabilitas

Melalui forum ini, penyelenggara berharap tercipta ruang dialog berkelanjutan antara akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil guna memperkuat sistem peradilan yang berwibawa, berintegritas, dan berpihak pada keadilan substantif. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *